Friday 26 June 2009

Belanja Rokok Orang Miskin Lebihi BLT

Tak hanya menggerogoti paru-paru, rokok juga membuat orang miskin di Indonesia semakin miskin. Bayangkan, penduduk Indonesia yang berada di garis kemiskinan rela menahan lapar demi rokok. Peneliti Lembaga Demografi FE UI Abdillah Ahsan mengungkapkan.
Berdasarkan survei ekonomi nasional 2006, satu dari dua rumah tangga miskin mengalokasikan 20 persen pendapatannya untuk rokok.

Pengeluaran rokok masyarakat miskin per bulannya mencapai Rp 117 ribu. Angka ini lebih besar dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 100 ribu per bulan. Pengeluaran untuk rokok menduduki pengeluaran kedua setelah membeli beras.

"Bisa jadi BLT yang diterima separuhnya digunakan untuk membeli rokok, bukan untuk biaya kesehatan, pendidikan," katanya.

Survei juga menunjukkan, pengeluaran orang miskin untuk rokok 17 kali dibandingkan membeli daging, 15 kali dibandingkan pengeluaran kesehatan, dan 9 kali dibanding pengeluaran pendidikan. "Makanya orang miskin susah membiayai pendidikan, tidak makan makanan bergizi karena merokok," katanya.

Selain menggerogoti keuangan, akibat untuk kesehatan sudah banyak diketahui masyarakat. Berdasarkan data dari Yayasan Kanker Indonesia saat ini kanker paru-paru menduduki urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Padahal dulu kanker paru-paru menduduki posisi kelima.

Diketahui pula sembilan dari 10 dari pengidap kanker paru-paru adalah perokok. Akibat dari merokok yang lain adalah penyakit pembuluh darah. Penyakit ini mengakibatkan cacat seumur hidup/stroke.

Namun mencegah rokok juga sulit karena rokok bersifat adiksi (ketagihan). Hanya dua persen dari 100 perokok bisa berhenti total merokok. Untuk itu diperlukan regulasi yang ketat agar perokok baru tidak bertambah. Apalagi di Indonesia sangat mudah membeli rokok batangan, di mana di luar negeri dilarang menjual rokok di bawah 10 batang, dan dibandrol dengan harga mahal. (vivanews)


No comments:

Post a Comment