Monday 6 April 2009

SAAT PESILAT DIATAS LANGIT AROGANSI

Oleh : Ary Sakty ,Kadhang SH


Saya menulis artikel ini saat kondisi Psikis dalam keadaan labil.Kesabaran saya sedang di uji,tapi saya berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari ego,melihat lebih luas pada hamparan pemikiran yang realistis.Saya yang sampai hari ini meyakini falsafah sesepuh SH : Sekeras-kerasnya hati dan pribadi seseorang akan luluh juga jika dihadapi dengan kelembutan dan kasih sayang.
Tapi dimanakah falasafah ini sekarang berada ?di dalam hati sering datang dan pergi,Nafsu ingin membunuh sering menghampiriku…karena kenyataan dalam hidup ini.kalau tidak diserang yang diserang,kalau menghindar itu butuh kesabaran,kalau tidak menghindar pasti akan berlawanan……sebenarnya sikap seperti apa yang paling bijaksana sebagai seorang pesilat ketika menghadapi setiap permasalahan ?
Saya coba untuk menterjemahkannya dengan segenap kemampuan ,walau ini tidak cukup untuk melampiaskan rasa jengkel.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya, terhadap para pendahulu ilmu beladiri, serta apa yang diajarkan mereka, saya mencoba menulis apa yang saya bisa artikan sampai saat ini. Lagipula, saya hanyalah manusia dalam perjalanan.
Pertama adalah saya sering kali mendengar banyak sekali ocehan gak jelas dari teman- teman saya, tentang gimana mereka bertahan kalau diserang. Dengan hormat terhadap kaum feminis, dan pemerhati kemanusiaan, perkelahian itu tidak mengenal belas kasihan, perkelahian itu bukan kompetisi dengan segala aturan.
Perkelahian adalah dimana makhluk mengeluarkan insting dasar mereka untuk bertahan hidup, tidak ada lg batas halal atau haram, mereka akan mengoptimalkan seluruh potensi dirinya, untuk selamat. Bukan semata baku hantam bogem mentah, atau saling mengunci satu sama lain. Bayangkan sebuah tusuk gigi pun bisa melukai atau membunuh orang bila ditancapkan di mata atau bagian tubuh yang lunak. Itulah perumpamaan gue, tentang tidak terbatasnya bentuk cara melawan. Melihat segala situasi dan kondisi dan memanfaatkannya 100% demi kemenangan dan keselamatan nyawa. Tidak ada benar atau salah, tidak ada curang atau jujur, tidak ada pengecut atau pemberani. Bahkan menjadi cukup berani untuk jadi seorang pengecut demi menyelamatkan pantat(nyawa) kita yang berharga.
Saya pernah mendengar bahwa manusia yang diberi talenta untuk berlidah tajam, akan menyerang dengan kata- kata pedasnya, lalu mereka berharap bahwa orang akan takluk setelah itu. Dengan hormat, kepada semua orang yang merasa bacotnya dapat menaklukkan orang cuma karena orang yang dibacotin tidak membalas, faktanya kata- kata hanya akan melukai emosional. Apapun sumpah serapah yang diberikan, tidak akan merubah status apapun. Mereka yang berlidah tajam akan mudah ditaklukkan dan dibunuh, seperti rezim membungkam para demonstran. Karena pada dasarnya mereka membatasi instrumen bertahan dirinya, dan merasa orang yang bungkam tidak mampu mencelakakan mereka. Percayalah, saat tidak ada batasan hukum yang bisa melindungi kalian orang- orang berlidah tajam, maka kalian tak lebih dari krim yang dengan mudah dihancurkan. Jangan dorong orang ke titik itu.
Seorang dapat dengan mudah, dengan sombongnya menyuguhkan bentuk- bentuk indah dari beladiri, tp tanpa kejujuran, dan keefektifan, semua hanyalah omong kosong. Efektif dan jujur dalam bergerak, jangan berlebihan, jangan terburu- buru, jangan aneh- aneh, selesaikan secepatnya, jangan membuat terlalu banyak bunga, ini bukan kontes keindahan. Bukan lg benar atau salah, tapi tepat atau tidak tepat. Lihat siapa musuhnya, dan taklukkan dengan segala cara.
Mengapa beladiri itu bukan kompetisi? karena tidak ada kejujuran dalam kompetisi, pada satu titik beladiri harus mematikan lawan dengan cara apapun juga. Dengan kompetisi dan aturan, inti sari dari mengoptimalkan segala kemampuan menjadi hilang. Apakah mungkin untuk melakukan aksi menggigit bila sudah dalam posisi terkunci dalam kompetisi, atau menusuk mata dan hal lain yang sifatnya mematikan dalam sebuah iklim perlombaan ?
Orang yang hidup dalam jalan beladiri mengerti bahwa mereka tidak boleh, tidak bisa dan tidak akan pernah membuka celah untuk serangan pada dirinya. Mereka secara rutin akan selalu memeriksa dirinya dan mencoba meningkatkan kefektifan dirinya. Mereka tidak akan memancing sebuah permusuhan, karena mengerti bahwa hal kecil akan bisa berkembang menjadi besar, sehingga berpeluang untuk menjadi maut untuk dirinya. Mereka tidak berteman, tidak beristri, tidak berhubungan dengan individu lain selain dirinya dan tidak menciptakan keterikatan pada apapun, karena sadar bahwa setiap ikatan dapat mencelakakan orang lain maupun dirinya. Sebagai contoh, mungkinkah seratus persen mengoptimalkan pertahanan diri, saat pikiran terpecah antara melindungi diri, atau melindungi yang disayangi.
Hidup di jalan beladiri berarti 100% mengabdikan diri, segenap jiwa dan raga pada jalan ini. Seumur hidup mengasah diri





No comments:

Post a Comment